Night Diamond Bloody Red

Sunday, April 17, 2016

Opini tentang Reklamasi Pantai di Jakarta


Sekilas tentang Reklamasi




Reklamasi adalah suatu pekerjaan atau usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta objek wisata.

Opini Saya tentang Reklamasi Pantai Di Jakarta
Jadi menurut saya, Reklamasi pantai di Jakarta itu harus dilakukan karena beberapa hal berikut ini :

1. Jakarta adalah Kota Maju
       Impian pasangan Jokowi-Ahok saat kampanye dan terpilih sebagai pemimpin DKI pada tahun 2012 adalah mewujudkan Jakarta Baru. Jakarta yang bersih, rapi, modern, nyaman, aman, dan tentunya bebas dari praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme.
      Jokowi maupun Ahok mempertimbangkan untuk melanjutkan atau tidak memperpanjang beberapa program wrisan pemimpin sebelumnya. Normalisasi sungai dan waduk, perombakan pelayanan dan transportasi publik, serta reklamasi Pantai Utara merupakan program-program yang harus dilanjutkan untuk kepentingan warga Jakarta.
      Jakarta butuh itu semua, butuh identitas untuk diakui sebagai salah satu kota maju di dunia. Cerita lama Jakarta kumuh, penuh pohon bambu dan kelor, dan ketinggalan zaman tidak perlu diulang kembali. Jakarta tak hanya akan selevel dengan Rotterdam atau Singapura, kota yang berusia 488 tahun itu akan bersaing dengan Manhattan, Dubai, Tokyo, Hong Kong, atau bahkan Atlantis.

2. Banjir di Jakarta Dapat Ditanggulangi dengan Reklamasi
      Berdasarkan hasil penelitian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), penurunan muka tanah di Jakarta mencapai 18 sentimeter per tahun. Hal ini akibat ekstraksi atau pencurian air tanah oleh pengelola gedung-gedung bertingkat maupun perumahan.
       Hal ini tak luput dari pengamatan para pemimpin DKI, termasuk Ahok. Ahok setuju untuk memperpanjang perizinan reklamasi dari Gubernur terdahulu, yakni Fauzi Bowo. Jangan tanya mengapa Ahok tidak menghukum tegas pelaku praktik ekstraksi air tanah dan malah membangun pulau baru serta tanggul raksasa di Pantai Utara Jakarta. Saya sendiri bingung menjawabnya.

3. Pantai Utara Jakarta Sangat Kotor
        Siapa yang pernah berkunjung ke Taman Impian Jaya Ancol atau Pelabuhan Tanjung Priok, pasti setidaknya pernah melihat kesegaran dan wewangian semerbak khas Pantai Utara Jakarta. Tiada yang menandingi kejernihan air dan deburan ombak nan syahdu di pantai tersebut. Konon, keindahannya mengalahkan Pantai Gili Trawangan di Lombok dan pantai-pantai yang ada di Pulau Bunaken.
      Ahok perlu didukung sebab ia berpendapat tempat yang banyak sampah, lumut, dan terkontaminasi harus direklamasi. Setelah direklamasi, tak ada satu pun pantai di dunia yang sanggup menyaingi keindahan Pantai Utara Jakarta dengan air tawarnya yang dapat diciduk dan dinikmati langsung oleh siapa pun. Ini merupakan ide brilian untuk mewujudkan Jakarta Baru.

4. Jakarta Butuh Pendapatan Pajak Lebih Banyak
      Menurut Vice President Director and Chief Operating Officer Jakarta PT. Intiland Development Tbk, Suhendro Prabowo, yang diwawancarai Kompas.com, harga kavling kanal yang ada di atas tanah reklamasi sekitar Rp 30 juta per meter persegi. Hampir dua kali lipat dibanding yang ada di darat dengan harga sektiar 15 juta hingga 20 juta per meter persegi.
      Inilah celah yang dilihat oleh Ahok untuk meningkatkan pendapatan daerah. Bisa dibayangkan betapa fantastis uang bagi hasil kepemilikan dan pajak yang masuk ke kantong kas daerah. Peduli setan dengan penyerapan anggaran yang minim, toh ini demi kemaslahatan warga ibu kota tujuh turunan.

5. Pengembang Properti, Pembeli, dan Turis Harus Dimanjakan
      Alasan paling masuk akal pengerjaan proyek reklamasi adalah memprioritaskan orang-orang kaya. Mereka harus dibuatkan pulau sendiri, lengkap dengan apartemen, hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, ruko, dan lapangan golf. Jika tidak dimanjakan, bukan tidak mungkin mereka akan menabur uang di daerah lain.
      Jakarta bukan tempat buat si miskin, yang biasa tinggal di atas tanah negara dan tidak taat membayar pajak. Jangankan membayar pajak, makan sehari-hari saja sulit.

6. Profesi Nelayan Harus Dilenyapkan
      Apa yang ada di benak Anda ketika membayangkan nelayan di Jakarta Utara? Apakah yang Anda bayangkan adalah pria-pria gemuk berpakaian rapi, melaut dengan kapal dan peralatan modern, dan hasil tangkapan mereka berupa ikan-ikan berukuran jumbo?
      Sayangnya, tampilan mereka tidak sekeren yang Anda bayangkan selama ini. Mayoritas nelayan tidak mengindahkan penampilan mereka, bahkan cenderung kotor dan lusuh. Hasil tangkapan mereka pun tidak semewah sebagaimana yang ada di acara televisi, beberapa di antaranya ikan teri galer, belanak, kembung, dan kerang hijau yang konon terkontaminasi logam dan limbah berbahaya lainnya.
      Nelayan harus dibuat susah melaut dan menangkap ikan, kalau perlu buatkan jalur melaut yang cukup jauh supaya mereka kehabisan waktu dan bahan bakar. Pelan-pelan mereka akan sadar bahwa mereka merugi karena sulit menangkap ikan, apalagi menjualnya di pasar. Jika sudah tidak betah, mereka akan berpindah tempat dan beralih profesi. Jadi agen properti misalnya.
      Warga Jakarta akan merasakan manfaat proyek reklamasi dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang. Tidak ada kepastian sukses maupun gagal sebelum proyek benar-benar rampung. Apabila berhasil, Jakarta akan bebas dari banjir. Apabila gagal, warga Jakarta akan dipindahkan ke pulau-pulau buatan hasil reklamasi supaya tidak ikut tenggelam, tentunya dengan membayar uang sewa.

Kesimpulan
Nah, jika Anda masih menolak reklamasi Pantai Utara Jakarta, mohon pertimbangkan lagi. Reklamasi ini akan membawa banyak perubahan untuk kota Jakarta, membawa angin segar bagi pengembang dan kolektor properti, menampik eksistensi warga kelas bawah, serta mengesampingkan kerusakan lingkungan.


No comments:

Post a Comment